Indonesia memiliki cadangan uranium 53 ribu ton yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), yakni sebanyak 29 ribu ton di Kalimantan Barat dan 24 ribu ton sisanya ada di Bangka Belitung.
“Selain itu Papua juga diindikasikan memiliki cadangan uranium yang cukup besar. Tapi soal ini masih akan diteliti dulu,” kata Deputi Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Dr Djarot S Wisnubroto kepada pers di Jakarta, Selasa malam.
Perkiraan bahwa Pulau Papua menyimpan cadangan uranium atau bahan baku nuklir dalam jumlah besar didasarkan pada kesamaan jenis batuan Papua dengan batuan Australia yang telah diketahui menyimpan cadangan uranium terbesar di dunia, ujarnya.
Jika suatu PLTN seukuran 1.000 MW membutuhkan 200 ton Uranium per tahun, maka dengan cadangan di Kalbar saja yang mencapai 29 ribu ton Uranium, urai Djarot, itu berarti bisa memasok Uranium selama 145 tahun.
“Namun demikian tidak berarti kita akan memproduksi Uranium sendiri untuk PLTN. Karena untuk kondisi sekarang harga Uranium cukup murah, kita lebih efisien membeli saja dari negara lain. Cadangan Uranium bisa digunakan untuk kebutuhan masa depan,” katanya.
Menurut Djarot, untuk menjadi bahan baku PLTN, Uranium hasil penambangan harus diproses lebih dulu melalui purifikasi atau pemurnian yang menjadikan bahan Uranium ke tingkat kemurnian yang tinggi sehingga berderajad nuklir dan bebas dari unsur-unsur pengotor lainnya.Lalu dilakukan pengayaan untuk meningkatkan kadar 235U sehingga menjadi 2-4 persen dan akhirnya fabrikasi untuk menyiapkan bahan bakar nuklir dalam bentuk fisik yang sesuai dengan jenis yang dibutuhkan oleh reaktor nuklir, misalnya berbentuk pelet dengan diameter 10 mm.
“Untuk bahan baku Uranium di Reaktor Nuklir Riset di Serpong, kita memang membelinya dari luar, tapi harus diingat, bahwa kita memfabrikasi Uranium itu sendiri di dalam negeri,” katanya.
Djarot juga menegaskan, bahwa suatu PLTN membutuhkan teknologi pengolahan limbah dan tempat pembuangan lestari karena tingkat radioaktivitas limbah nuklir tidak mungkin dilepas atau dibuang langsung ke lingkungan.
Lokasi pembuangan lestari limbah nuklir, urainya, haruslah di lokasi yang bebas gempa dan memiliki lokasi jebakan limbah sehingga tidak akan lari ke lingkungan serta jenis tanah